Penyanyi Iran kontroversial, Amir Hossein Maghsoudloo—lebih dikenal sebagai Tataloo—kembali menjadi sorotan setelah dijatuhi vonis hukuman mati atas tuduhan penistaan agama. Mahkamah Agung Iran menyatakan bahwa sang musisi bersalah karena menghina Nabi Muhammad, sebagaimana dilaporkan sejumlah media lokal.
Berdasarkan informasi dari surat kabar Etemad dan Jame Jam, putusan tersebut diambil pada Minggu (19/1). Sebelumnya, Tataloo telah menjalani hukuman penjara selama lima tahun atas berbagai tuduhan, termasuk penistaan agama. Pria berusia 37 tahun itu ditahan di Iran sejak Desember 2023, setelah sempat diekstradisi dari Turki.
Namun, kasus tersebut tidak berhenti di sana. Menurut laporan The Hollywood Reporter, jaksa meminta kasusnya dibuka kembali, sehingga Tataloo harus menghadapi sidang ulang. Vonis hukuman mati pun dijatuhkan dalam proses pengadilan terbaru. Meski demikian, sumber resmi menyatakan bahwa putusan ini belum final dan Tataloo masih memiliki hak untuk mengajukan banding.
Pejabat pengadilan Iran mengonfirmasi bahwa putusan akhir belum diterbitkan, menambah ketidakpastian atas masa depan Tataloo.
Sejarah Panjang Kontroversi
Tataloo bukan nama baru dalam dunia kontroversi hukum di Iran. Selain tuduhan penistaan agama, musisi ini sebelumnya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara atas dugaan promosi “prostitusi.” Ia juga sempat didakwa menyebarkan propaganda anti-rezim dan menerbitkan konten yang dianggap cabul oleh otoritas setempat.
Popularitasnya yang berasal dari gaya musik unik—memadukan elemen rap, pop, dan R&B—tak mampu menghindarkannya dari jeratan hukum yang semakin memperburuk citranya.
Konteks Eksekusi yang Meningkat
Kasus Tataloo mencuat di tengah peningkatan jumlah eksekusi yudisial di Iran. Berdasarkan laporan PBB, setidaknya 901 eksekusi terjadi sepanjang tahun 2024, angka tertinggi dalam sembilan tahun terakhir.
Lebih lanjut, vonis Tataloo juga bertepatan dengan insiden mengejutkan lainnya: penembakan di Mahkamah Agung Iran di Teheran pada Sabtu (18/1). Tragedi tersebut menewaskan dua hakim yang menangani kasus-kasus keamanan nasional.
Meskipun nasib Tataloo masih menggantung, perhatian internasional terhadap situasi hak asasi manusia di Iran terus meningkat.