Kasus peredaran skincare bermerkuri di Makassar, Sulawesi Selatan, memasuki babak baru dengan tiga tersangka resmi berbaju tahanan. Ketiga tersangka tersebut adalah Mira Hayati (MH), Agus Salim (AS), dan Mustadir Dg Sila (MDS). Namun, dua di antaranya, Mira Hayati dan Agus Salim, saat ini dibantarkan di rumah sakit akibat gangguan kesehatan.
Dalam foto yang dirilis oleh Polda Sulsel, ketiganya terlihat mengenakan seragam oranye bertuliskan “Tahanan Polda Sulsel.” Mira Hayati tampak mengenakan jilbab cokelat dengan baju dalaman hitam, sedangkan Agus Salim mengenakan pakaian serupa.
Status Penahanan Ketiga Tersangka
Kasubdit Penmas Polda Sulsel AKBP Yerlin Tending Kate menyampaikan bahwa tersangka MDS telah resmi ditahan di rutan Polda Sulsel. Sementara itu, Mira Hayati dan Agus Salim dibantarkan karena alasan kesehatan.
“Tersangka AS telah dilakukan penahanan, namun sedang dirawat di rumah sakit. MH juga dilakukan pembantaran karena mengeluh sakit dan dirawat di RS Ibu dan Anak Permata Hati,” ujar Yerlin dalam konferensi pers, Selasa (21/1/2025).
Skincare Bermerkuri: Bahaya dan Uji Lab BPOM
Mira Hayati diketahui sebagai pemilik merek MH Miracle Whitening Skin, Agus Salim merupakan pemilik Raja Glow, dan Mustadir Dg Sila mengelola Cream FF. Berdasarkan hasil uji laboratorium dari BPOM Makassar, produk-produk tersebut dinyatakan mengandung merkuri, zat berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan pengguna.
Merkuri dalam produk kosmetik dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, mulai dari kerusakan kulit hingga risiko keracunan jangka panjang. Kasus ini menjadi peringatan serius bagi masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih produk skincare.
Tindakan Hukum dan Penanganan Kasus
Kasus ini mencuat setelah laporan konsumen mengenai efek negatif dari penggunaan produk-produk tersebut. Polda Sulsel terus mendalami kasus ini untuk mengungkap jaringan peredaran kosmetik berbahaya yang diduga melibatkan lebih banyak pihak.
Sementara itu, ketiga tersangka kini menghadapi ancaman hukuman berat atas dugaan pelanggaran hukum terkait produksi dan distribusi barang berbahaya.